Didalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali dikisahkan bahwa ada seorang laki-laki pendosa yang hidupnya gemar melakukan kemaksiatan. Pada suatu hari sang pendosa itu meninggal dunia tepatnya di pinggiran kota Bashrah. Karena kegemarannya melakukan maksiat, tetangga serta masyarakat sekitarnya menjadi tidak peduli atasSudah sangat masyhur bahwa Imam al-Ghazali merupakan salah satu ulama terkemuka mazhab Syafi’i. Tidak dapat diragukan lagi kapasitas keilmuaannya. Saking alimnya, beliau mendapat julukan Hujjatul Islam yang berarti bukti atau dalil agama Islam. Kitab-kitab karya beliau terbilang cukup banyak, dan hampir seluruhnya sudah tersebar di berbagai penjuru negeri. Di antara beberapa karyanya yang cukup fenomenal adalah kitab Ihya’ Ulumiddin Menghidupkan Ilmu Agama. Di Indonesia—khususnya di kalangan pesantren—kitab ini merupakan pegangan para santri tingkat paripurna. Dalam dunia pesantren dikenal ungkapan bahwa kurang sempurna bagi seorang santri jika dalam masa nyantrinya belum pernah ngaji kitab Ihya’ Ulumiddin ini. Sayyid al-Qutb As-Syekh Abdullah bin Abi Bakr al-Idrus radliyallahu anhu pernah memuji kedahsyatan Imam al-Ghazali dan kitab-kitab karangannya sebagai berikut أجمع العلماء العارفون بالله تعالى على أنه لا شيء أنفع للقلب وأقرب إلى رضى الرب سبحانه من متابعة الغزالي ومحبة كتبه. وكتب الغزالي لباب الكتاب والسنة ولباب المعقول والمنقول. انتهى. “Para ulama al-arif billah sepakat bahwa tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hati dan lebih dekat menuju ridha Allah dibanding mengikuti Imam al-Ghazali dan mencintai kitab-kitabnya. Kitab al-Ghazali merupakan inti sari dari Al-Qur’an dan hadits dan juga inti sari dari sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal dan tidak terjangkau oleh akal” Habib Zein bin Ibrahim bin Smith, Al-Manhaj as-Sawi, hal. 249. As-Syekh al-Qutb Abdurrahman as-Segaf bahkan secara khusus menegaskan pentingnya mengkaji kitab Ihya’ Ulumiddin, beliau berkata ومن لم يطالع الإحياء» فما فيه حياء “Barangsiapa yang tidak mengaji kitab Ihya’ Ulumiddin maka ia tidak memiliki rasa malu” Habib Zein bin Ibrahim bin Smith, Al-Manhaj as-Sawi, hal. 249 Namun jika kita menelaah kitab Ihya’ Ulumiddin secara seksama, seringkali kita temukan dalil hadits yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab tersebut banyak yang berstatus hadits dhaif, bahkan hadits yang bertaraf munkar. Lantas apakah hal ini akan tidak menurunkan terhadap kredibilitas kitab Ihya’ Ulumiddin? Ulama terkemuka Damaskus, Syekh Said Ramadhan al-Buthi pernah ditanya hal serupa dalam majelis fatwanya. Beliau menegaskan bahwa pencantuman berbagai hadits dhaif dalam kitab Ihya’ Ulumiddin bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan, sebab Imam al-Ghazali mencantumkan hadits-hadits dhaif tersebut umumnya dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan fadhail al-a’mal keutamaan beberapa pengamalan, bukan sebagai dalil atas penetapan hukum syara’. Sangat masyhur dalam pandangan para ulama hadits bahwa hadits dhaif masih dapat diamalkan dalam ranah fadhail al-a’mal, selama hadits dhaif tersebut tidak terlalu parah kedhaifannya, misalkan sampai bertaraf hadits maudhu’. Berikut penjelasan beliau mengenai hal ini لماذا تكثر الأحاديث الضعيفة والمنكرة فى إحياء علوم الدين للإمام الغزالى وهو الذي يدّعى حجة الإسلام؟ أكثر الأحاديث الضعيفة والمنكرة الواردة فى كتاب إحياء علوم الدين للإمام الغزالى تتعلّق بفضائل الأعمال الثابت فضلها بأدلّة ثابتة أخرى. وعلماء الحديث متفقون على أنه لا ضير فى الإستشهاد بالأحاديث الضعيفة لفضائل الأعمال بشرط أن لا يشتدّ ضعفه وأن لا يوهم الراوي أثناء الإستشهاد بها بأنّها صحيحة على أنّ الله قيّض لهذه الأحاديث من أبرزها وميّزها وبيّن ضعفها وهو الحافظ العراقي فما الإشكال الذي يؤرق بالك من هذا الأمر الذي لا إشكال فيه. “Mengapa banyak hadits dhaif dan hadits munkar dalam kitab Ihya’ Ulumiddin milik Imam al-Ghazali, padahal beliau mendapat julukan Hujjatul Islam? Mayoritas hadits dhaif dan hadits munkar yang terdapat dalam kitab Ihya’ Ulumiddin milik Imam Al-Ghazali berhubungan dengan keutamaan beberapa pengamalan fadhail al-a’mal yang keutamaannya memang tetap dengan beberapa dalil konkrit yang lain. Para ulama hadits sepakat bahwa tidak masalah menjadikan dalil hadits dhaif untuk urusan keutamaaan beberapa pengamalan fadhail al-a’mal dengan syarat sifat lemahnya tidak terlalu parah dan tidak menjadikan salah paham pada pertengahan mendalil bahwa hadits yang disampaikan adalah hadits shahih. Selain itu, Allah juga menetapkan hadits-hadits ini pada seseorang yang menampilkan, membedakan dan menjelaskan kedhaifan hadits-hadits tersebut, dia adalah Al-Hafiz al-Iraqi. Lantas kemuskilan apa yang terbesit dalam hatimu tentang persoalan ini yang sebenarnya tidak perlu dimuskilkan?” Syekh Said Ramadhan al-Buthi, Masyurat Ijtima’iyyat, hal. 149. Baca juga Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berbagai hadits dhaif yang terdapat dalam kitab Ihya’ Ulumiddin sama sekali tidak menurunkan kredibilitas serta kualitas kitab tersebut sebagai kitab rujukan. Sebab mayoritas pencantuman hadits dhaif dalam kitab Ihya’ Ulumiddin ini bukan untuk menjadikan dalil penetapan hukum syara’, tapi dalam ranah menjelaskan fadhail al-a’mal yang telah disepakati kelegalannya oleh para ulama hadits dengan berdasarkan hadits yang dhaif. Wallahu a’lam. Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
Jadiengkau tidak akan pernah mengatakan sop dingin dalam bahasa Kurdi.” Sekian, kisah-kisah sufi, kisah sufi, kisah sufi lucu, semoga bermanfaat dan bisa menghibur Wassalamualaikum. inspiring stories Kitab Ihya Ulumuddin merupakan salah satu karya luar biasa dari Abu Hamid Al Ghazal i atau lebih dikenal dengan Imam Al-Ghazali yangRasulullah pernah mendatangi seorang sahabat yang sedang menghadapi sakaratul maut. Beliau bertanya “Bagaimana engkau melihat dirimu saat ini?” “Aku mengkhawatirkan dosa-dosaku dan mengharap rahmat Tuhanku” kata sahabat tersebut. Lalu Rasulullah bersabda, “Tidaklah rasa takut dan harapan berkumpul di hati seorang mukmin, kecuali Allah memberi apa yang diharapkan dan membuatnya aman dari apa yang ditakutkannya”. Kisah yang dikutip oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin ini membahas suasana psiklogis ketika berdo’a kepada Allah. Sifat Raja’ atau berharap kepada Allah, disertai rasa takut taqwa adalah sikap batin yang tepat ketika menjalin hubungan dengan Yang Mahakuasa. Kitab Ihya lebih menekankan pada kondisi-kondisi kejiwaan, daripada teknis ritual. Misalnya tentang iman. Iman itu bukan sekedar kepercayaan yang tertanam dalam hati, tetapi juga harus memiliki implikasi pada perbuatan. Seorang sahabat Rasul berkata, “Kami tak menganggap keimanan sempurna ketika orang tak bersabar atas derita yang menimpanya. Di balik kesabaran menghadapi sesuatu, tersimpan kesempurnaan iman”. Ihya Ulumuddin lebih fokus bicara tentang psikologi ibadah. Cakupannya luas, meliputi hal ihwal manusia, agama, Tuhan, dan lingkup sosial. Saking lengkapnya kitab ini, Imam Nawawi al Bantani menyebutnya sebaga buku induk keagamaan. “Andai saja semua kitab Islam hilang, dan yang tersisa hanya Ihya Ulumuddin, maka ia sudah menggantikan semua kitab yang hilang itu,” katanya. Sayid Kutub al-Habib Abdullah al-Haddad menyebut kitab ini sebagai pengobar spirit kehidupan. “Dengan kitab Ihya Ulumuddin hiduplah hati kita dan hilanglah kesusahan dan kesukaran”. Secara umum Ihya Ulumuddin membahas kaidah dan prinsip penyucian jiwa Tazkiyatun Nafs. Kitab ini tidak berfokus pada fikih dan diskursus halal haram, tetapi langsung pada pembahasan puncak mengenai hal ihwal manusia dan Allah. Soal salat, zakat, puasa, dan haji, misalnya, tidak dibahas Imam al-Ghazali tentang hukum dan syariatnya, tetapi bicara tentang substansi dan hikmahnya. Maka judulnya jadi “rahasia salat”, “rahasia zakat”, “rahasia puasa”, dan “rahasia haji”. Sebagai kitab tasawuf, di sini segala sesuatu ditinjau dari kedalaman substansinya, mulai keyakinan tauhid, ibadah, hingga akhlak. Alih-alih bicara fikih parsial, kitab ini justru membahas inti keberagamaan. Beberapa hal yang mendapat sorotan penting adalah tentang penyakit hati, pengobatannya, dan cara menyehatkan hati. Dari semua kitab al-Ghazali, Ihya adalah yang paling masyhur. Ihya Ulumuddin, yang artinya menghidupkan ilmu-ilmu agama, dibuat untuk nguri-nguri ilmu agama yang mengalami penurunan gradual pada setiap zaman. Namun kitab yang diresensi ini bukanlah Ihya Ulumuddin versi lengkap. Ini hanya Ikhtisar atau ringkasannya. Aslinya, Ihya Ulumuddin sangat tebal, terdiri dari empat bagian besar rubu’, dan di setiap rubu’ terdiri dari 10 bab. Versi terjemahnya ada yang dicetak hingga 12 jilid. Secara umum bab-bab itu berisi ilmu yang terbagi dua, yaitu ilmu muamalah terapan dan kedua ilmu mukasyafah pengetahuan. Semua bab itu dirangkum dalam Ikhtisar Ihya’ Ulumuddin yang diterbitkan Wali Pustaka dalam 1 buku setebal 660 halaman. Kitab ini sangat mencerahkan dan membuka mata batin untuk menerima hakikat ubudiyah. Dengan reputasi Imam Ghazali sebagai Hujjatul Islam, kitab ini hanya sedikit tandingannya yang membahas tasawuf substantif secara komprehensif. Bila ada kritik, narasi dalam kitab ini masih lemah pada sanad hadis-hadisnya. Tak heran, kitab ini pernah menjadi obyek kajian para muhaddis untuk melakukan kajian terhadap hadis-hadis yang terdapat di dalamnya, baik dari ulama terdahulu maupun ulama kontemporer. Hadis-hadis tersebut ditahrij ulang dan memang banyak yang lemah dari segi sanadnya. Imam Ghazali bernama asli Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i 1054-1111 H. Ulama besar bermazhab syafi’i ini hanya hidup selama 53 tahun, namun karya-karyanya menjadi literasi induk yang dirujuk banyak kitab hingga kini. Gelar “al-Ghazali” yang secara harfiyah artinya kambing, didapatnya dari ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu domba, dan kebetulan juga ia berasal dari dusun Ghazalah di Thus, Khurasan, Persia kini Iran. Judul Ikhtisar Ihya’ Ulumuddin Penulis Imam al-Ghazali Genre Spiritual Islam Edisi Cet 1, Januari 2020 Tebal 684 halaman Penerbit Wali Pustaka ISBN 978-602-7325-25-3 16) Ihya’ Ulumuddin. Kitab yang cukup terkenal dan menjadi salah satu rujukan sebagian kaum muslimin di Indonesia. Para ulama terdahulu telah berkomentar banyak tentang kitab ini, di antaranya: Abu Bakar Al Thurthusi berkata, “Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya’ dengan kedustaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya - Pada suatu petang, Abul Hasan Ali bin Harzahim tampak sibuk. Lelaki tawaduk bertubuh kekar itu mondar-mandir di depan tempat tinggalnya. Perasaan ganjil menyergapnya. Air mukanya tidak tenang, napasnya tak teratur. Sesekali ia memegang janggutnya yang mulai tiga hari ia dirundung kekalutan. Musababnya ia mendapati kitab Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali, yang berdasarkan telaah dan penelitiannya, penuh dengan hadis daif dan tidak begitu kuat keaslian sanad dan matannya. Kekalutan itu mendorongnya pada sebuah keputusan untuk memusnahkan salinan kitab segera mengumumkan kepada penduduk kota, siapa saja yang memiliki salinan kitab Ihya Ulumiddin harus dikumpulkan di balai pertemuan. Mula-mula banyak yang menolak. Namun, karisma, kealiman, dan kezuhudan Abul Hasan Ali bin Harzahim akhirnya membuat mereka menaati pengumuman tersebut. Penduduk berbondong-bondong menyerahkan naskah kitab Ihya Ulumuddin yang mereka miliki. Saat naskah sudah terkumpul banyak, hari telah kian petang. Atas instruksinya, semua naskah akan dibakar keesokan harinya setelah salat malam belum begitu larut, tiba-tiba Abul Hasan Ali bin Harzahim merasa amat lelah. Engsel-engsel persendiannya terasa linu dan seolah hendak patah. Beberapa saat kemudian kantuk pun datang dan membuatnya terlelap. Ia bermimpi didatangi Rasulullah Hasan Ali bin Harzamin melihat Rasulullah bersama sahabat Abu Bakar As-Shiddiq dan Abu Hamid Al-Ghazali, penulis kitab Ihya Ulumuddin, sebuah karya yang dalam tiga hari belakangan mengusik ketenangan ia hendak mendekat kepada Rasulullah, Al-Ghazali segera berkata, “Orang ini, Abul Hasan Ali bin Harzahim ini, membenci dan memusuhiku, ya Rasulullah. Jika memang masalahnya adalah sebagaimana yang ia sangka, maka tentu aku akan langsung bertobat. Tapi, jika tidak, maka bagiku berkahmu senantiasa untukku dan aku masuk ke dalam golongan hamba yang mengikuti sunnahmu.”Mendengar ucapan Al-Ghazali, Nabi Muhammad segera mengambil kitab Ihya Ulumuddin dan membukanya halaman demi halaman. “Demi Allah yang mengutusmu dan membimbingmu ke arah kebenaran, ini benar-benar sesuatu yang baik,” ucap Rasulullah. Saat itu juga turun perintah kepada Nabi Muhammad untuk membuka baju Abul Hasan Ali bin Harzahim, dan menghukumnya dengan cambukan karena fitnah dan tuduhannya terhadap Imam Al-Ghazali. Hukuman cambuk pun dilaksanakan. Pada cambukan kelima, Abu Bakar Ash-Shiddiq menginterupsi Rasulullah. Ia membelanya karena tak tega melihat Abul Hasan Ali bin Harzahim. “Demi Allah, Ya Rasulullah, Abul Hasan Ali bin Harzahim adalah orang yang telah menjaga hadis dan sunahmu. Ia menyangka ada penyelewengan yang menimpa hadismu. Sayangnya prasangkanya salah. Ia adalah hamba yang mulia,” ucap Abu Bakar. Cambukan dihentikan, hukuman diakhiri, dan saat itu pula Abul Hasan Ali bin Harzahim terjaga. Ia merasakan nyeri yang sangat di dada bagian kiri. Tidak ada bekas cambukan, tapi rasa sakitnya cukup lama. Kelak, rasa sakit itu hilang ketika suatu hari ia bermimpi kembali bertemu dengan Rasulullah yang mengusap-usap punggungnya. Infografik Hikayat I Love tasawuf. Pegangan Penganut Tasawuf Amali Cerita ini sangat populer diriwayatkan dalam pelbagai versi. Salah satunya diabadikan dalam kitab Ta'riiful Ahyāi bi fadhaailil Ihyaai 1987 karya Zainuddin Al-Iraqi. Dalam kitab tersebut ia menyatakan keunggulan Ihya Ulumuddin “Kitab tersebut termasuk kitab yang paling agung dalam persoalan pengetahuan halal dan haram. Ia menghimpun hukum-hukum perkara lahiriah, dan memberikan landasan pemahaman seluk baluk dan rahasia-rahasianya. Kitab ini mendedahkan mutiara-mutiara indah. Menggunakan metode-metode moderatisme karena mengikuti ucapan imam Ali, 'Sebaik-baik urusan umat ini adalah yang tengah-tengah, yang diikuti generasi selanjutnya dan orang yang berlebihan kembali padanya'." hlm. 9Kitab Ihya Ulumuddin yang sempat disangsikan oleh Abul Hasan Ali bin Harzahim sampai saat ini merupakan pegangan bagi kalangan penganut tasawuf amali. Melalui kitabnya, Al-Ghazali dinilai mampu mendamaikan rasionalisme disiplin ilmu kalam yang ortodoks dengan operasionalisasi fikih terapan dan argumentasi filsafat yang mumpuni. Kitab ini oleh para ulama dianggap sebagai penanda puncak keemasan disiplin ilmu tasawuf amali. Saking cemerlangnya Al-Ghazali, ada sebuah cerita yang menyebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah bertemu dengan Nabi Isa, dan ruh Imam Al Ghazali dipanggil untuk "dipamerkan". Rasulullah bertanya kepada Nabi Isa apakah di antara umatnya ada ulama yang seperti Al-Ghazali. “Tidak ada,” jawab Nabi Isa. “Ulamāu ummaty kaanbiyāi bani Isrāil,” demikian seloroh Nabi Muhammad yang artinya ulama-ulama di kalangan umatku setara dengan Nabi-nabi Bani Israel. Ungkapan bernada ejekan kemesraan itu menggambarkan kualitas kealiman dan kecemerlangan ulama-ulama dari kalangan umat Muhammad yang diwakili oleh Al-Ghazali.==========Sepanjang Ramadan, redaksi menampilkan artikel-artikel tentang kisah hikmah yang diangkat dari dunia pesantren dan tradisi Islam. Artikel-artikel tersebut ditayangkan dalam rubrik "Hikayat Ramadan". Rubrik ini diampu selama sebulan penuh oleh Fariz Alnizar, pengajar Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan kandidat doktor linguistik UGM. - Sosial Budaya Penulis Fariz AlniezarEditor Irfan Teguh Skripsiyang berjudul “RELEVANSI KONSEP IMAM AL-GAZÂLÎ TENTANG SABAR DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM”, ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini
Jakarta Ihya Ulumuddin merupakan salah satu kitab dalam Islam yang membahas tentang kaidah dan prinsip dalam menyucikan jiwa atau tazkiyatun nafs. Kitab ini ditulis oleh Imam Al-Ghazali yang berasal dari Persia. Al-Quran adalah Kitab Suci Umat Islam, Kenali Fungsi dan Keutamaan Membacanya Mengenal Kitab Safinah dan Isinya yang Perlu Dipahami Umat Islam Hukum Mencukur Bulu Ketek, Ini Pandangan Imam Al-Ghazali dan Imam Nawawi Ihya Ulumuddin membahas tentang penyakit hati, pengobatannya, hingga mendidik hati. Kitab ini sering kali dijadikan sebagai rujukan pertama dalam kajian Islam bagi umat Muslim, salah satunya bidang tasawuf. Meskipun begitu, masih banyak umat Muslim yang asing dengan kitab Ihya Ulumuddin. Terlepas dari itu, kitab ini memiliki bahasa yang sederhana dan mudah untuk dipahami. Bahkan urutan dari pembahasannya pun tersusun secara sistematis. Berikut ini ulas mengenai kitab Ihya Ulumuddin dan topik pembahasannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Kamis 23/2/2023.Bacaan Al-Qur'an Merdu Menenangkan Hati Surat Yasiin 36.Hadis, sunnah, Islam. Image by Amirul Islam from PixabayIhya Ulumuddin adalah salah satu kitab dalam agama Islam yang membahas tentang kaidah dan prinsip dalam menyucikan jiwa Tazkiyatun Nafs yang membahas perihal penyakit hati, pengobatannya, dan mendidik hati. Kitab ini merupakan ciptaan dari ulama terkenal asal Persia, Imam Al-Ghazali. Imam Al-Ghazali menciptakan kitab tersebut dengan nama Ihya Ulumuddin yang berarti menghidupkan kembali pengetahuan agam. Sebab pada masa itu ilmu Islam sudah hampir di sisihkan oleh ilmu-ilmu yang lain terutama oleh filsafat Yunani. Kini, kitab Ihya Ulumuddin dijadikan sebagai rujukan utama dalam kajian Islam, khususnya dalam bidang tasawuf. Hal ini tak lepas dari bahasa yang digunakan terbilang sederhana dan mudah dipahami, Imam al-Ghazali menyusun kitab Ihya’ Ulumuddin dengan urutan pembahasan yang sistematis. Dikutip dari laman Universitas Islam Indonesia, kitab Ihya Ulumuddin merupakan kitab yang mampu menggabungkan antara syariat, akidah, dan akhlak. Meski begitu, para ulama selalu mengkaji kitab Ihya Ulumuddin karena beberapa hadis-hadis yangtercantum tidak ditemukan sanadnya, berderajat lemah maupun maudhu. Para ulama yang sering mengkaji ulang, memilah, hingga menysun kembali kitab Ihya Ulumuddin adalah Imam Ibnul Jauzi dan Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi yang menulis kitab Minhajul Qashidin dan ikhtisarnya Mukhtasar.Asal Usul Kitab Ikya UlumuddinSeorang Muslim memegang tasbih saat Itikaf di masjid di Kabul, Afghanistan, Selasa 4/5/2021. Selama sepuluh hari terakhir Ramadhan, umat Muslim melakukan Itikaf dengan berzikir, berdoa dan sholat sunnah untuk menantikan malam Lailatul Qadar. AP Photo/Rahmat GulIhya Ulumuddin adalah kitab nasehat yang paling agung. Pada kitab ini terdapat cacatan dan penjelasan yang diringkas dalam 40 bab. Dalam 40 bab tersebut dikelompokkan menjadi empat bagian besar, setiap bagian terdiri dari sepuluh bab. Kitab ini telah dicetak di Mesir berulang-ulang dan di Lukawani pada tahun 1281 H. Selain itu, ada naskah tulisan di Wina, Berlin, dan London, serta di Museum Britania dan Oxford. Kitab ini banyak mengandung penjelasan yang ditulis ulang di antaranya, Ithaf Al-Sadah Al-Muttaqin yang dicetak di Paris pada tahun 1302 H dalam 13 jilid dan di Kairo pada tahun 1311 H dalam 10 jilid. Selain itu, kitab Ihya Ulumuddin juga di teliti dan dikerjakan ulang oleh Ibnu Al-Jauzi, kemudian diberi nama kitab Minhaj Al-Qasidin. Tak hanya itu, terdapat pula naskah tulisan di Darul Kutubil Misriyah dan yang lain di perpustakaan Pembahasan dari Kitab Ihya UlumuddinBerkostum baju koko dan peci khas Uighur, China, para siswa duduk rapi di dalam kelas. Membaca buku hadis Al Bukhari Muslim Aksara. Mega PrastiwiAda beberapa topik pembahasan yang dijelaskan pada kitab Ihya Ulumuddin, antara lain 1 Bab pertama menerangkan tentang ilmu. 2 Bab kedua menerangkan tentang i’tikad keyakinan. 3 Bab ketiga menerangkan tentang rahasia bersuci thaharah. 4 Bab keempat menerangkan tentang keistimewaan shalat. 5 Bab kelima menerangkan tentang rahasia zakat. 6 Bab keenam menerangkan tentang rahasia puasa. 7 Bab ketujuh menerangkan tentang rahasia haji. 8 Bab kedelapan menerangka tentang membaca AlQur’an. 9 Bab kesembilan menerangkan tentang dzikir dan do’a. 10 Bab kesepuluh menerangkan tentang wirid. 11 Bab kesebelas menerangkan kitab adab makan. 12 Bab kedua belas menerangkan kitab adab nikah. 13 Bab ketiga belas menerangkan tentang kitab bekerja dan mencari penghidupan. 14 Bab keempat belas menerangkan tentang kitab halal dan haram. 15 Bab kelima belas menerangkan tentang etika persahabatan. 16 Bab keenam belas menerangkan tentang etika mengasingkan firi. 17 Bab ketujuh belas menerangkan tentang berpergian. 18 Bab kedelapan belas menerangkan tentang as-sima’ wa al. 19 Bab kesembilan belas menerangkan tentang menyeru kepada kebaikan dan cegah kemungkaran amar ma‟ruf nahi mungkar. 20 Bab keduapuluh menerangkan tentang adab kehidupan dan akhlak kenabian. 21 Bab keduapuluh satu menerangkan tentang keajaiban hati. 22 Bab keduapuuh dua menerangkan tentang melatih jiwa. 23 Bab keduapuluh tiga menerangkan tentang menghancurkan dua hawa nafsu nafsu perut dan nafsu farji. 24 Bab keduapuluh empat meerangkan tentang bahaya lisan. 25 Bab keduapuluh lima menerangkan tentang penyakit marah, dengki, dan hasud. 26 Bab keduapuluh enam menerangkan tentang tercelanya dunia. 27 Bab keduapuluh tujuh menerangkan tentang tercelanya sifat cinta harta dan kikir. 28 Bab keduapuluh delapan menerangkan tentang tercelanya gila hormat dan sifat riya’. 29 Bab keduapuluh sembilan menerangkan tentang tercelanya sikap takabbur dan ujub. 30 Bab ketigapuluh menerangkan tentang tercelanya sifat terpedaya. 31 Bab ketigapuluh satu menerangkan tentang tobat. 32 Bab ketigapuluh dua menerangkan tentang syukur dan sabar. 33 Bab ketigapuluh tiga menerangkan tentang berharap kepada Allah dan takut kepada-Nya ar-raja‟ wa alkhauf. 34 Bab ketigapuluh empat menerangkan tentang fakir, zuhud, dan meninggalkan dunia. 35 Bab ketigapuluh lima menerangkan tentang tauhid dan tawakkal. 36 Bab ketigapuluh enam menerangkan tentang cinta, rindu, dan ridha. 37 Bab ketigapuluh tujuh menerangkan tentang niat, keihklasan, dan kejujuran. 38 Bab ketigapuluh delapan menerangkan tentang mengontrol dan mengoreksi diri. 39 Bab ketigapuluh sembilan menerangkn tentang berpikir. 40 Bab keempat puluh menerangkan tentang mengingat kematian.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kitalihat apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh hadis mengenai kitab Ihya‘ Ulumiddin, antaranya: 1. Kata al-Hafizd al-Imam Ibn Kathir (meninggal dunia 774H) dalam kitab Al-Bidayah wa Al-Nihayah: “Ketika berada di Damsyik dan Baitulmaqdis, al-Ghazali mengarang kitabnya Ihya ‘Ulumiddin. Ia sebuah kitab yang ganjil.
Ihya Ulumuddin merupakan sebuah kitab pegangan para penganut tasawuf amali karangan Imam Al-Ghazali. Kitab ini, memang masih eksis hingga hari ini dan masih umum dikaji di berbagai pesantren di Indonesia. Namun, kepopuleran kitab ini sempat mengalami ancaman pemusnahan ketika lelaki tawadhu yang selalu menjaga hadis dan sunah Nabi saw bernama Abul Hasan Ali bin Harzahim dibuat ragu oleh Ihya Ulumuddin. Satu ketika Abul Hasan Ali bin Harzahim membuka salinan kitab Ihya Ulumuddin dan mendapati banyak hadis yang dianggapnya daif. Atas dasar itu, di suatu malam ia sempat tidak bisa tidur dengan tenang karena kegeramannya dengan karya Imam Ghazali itu. baca juga Mantan BAIS TNI Desak Mabes Polri 'Garap' Bos Mafia Judi Online Pesan Kemerdekaan AHY Mari Songsong Masa Depan Indonesia yang Lebih Baik Presiden Jokowi Pimpin Upacara Penurunan Bendera Merah Putih Kegundahan hati yang dialami Abul Hasan Ali bin Harzahim itu memaksanya untuk berniat membakar dan memusnahkan kitab tersebut. Singkat cerita, Abul Hasan Ali bin Harzahim membuat pengumuman kepada seluruh penduduk setempat untuk mengumpulkan salinan kitab Ihya Ulumuddin bagi siapa saja yang memiliki. Awalnya, banyak kalangan yang menolak perintah tersebut, tetapi berkat karisma, kealiman dan ketawadhuan Abul Hasan Ali bin Harzahim akhirnya banyak yang menyanggupinya. Menjelang malam, penduduk di sekitar kediaman Abul Hasan Ali bin Harzahim berbondong-bondong untuk menyerahkan kitab Ihya Ulumuddin itu. Setelah terkumpul, Abul Hasan pun segera mengumumkan kepada para warga bahwa rencana pemusnahan Ihya Ulumuddin akan dilakukan esok harinya karena hari itu sudah mulai gelap. Abul Hasan yang merasa kelelahan karena aktivitasnya sehari itu pun kemudian tertidur lelap hingga membawanya ke alam mimpi. Dalam mimpi itu, Abul Hasan menjumpai Rasulullah saw sedang bersama sahabat Abu Bakar As-Shiddiq dan Abu Hamid Al-Ghazali sang pengarang kitab Ihya Ulumuddin. Di saat Abul Hasan akan mendekati Rasulullah, Al-Ghazali lantas mengadu, "Orang ini, Abul Hasan Ali bin Harzahim, membenci dan memusuhiku, ya Rasulullah. Jika memang masalahnya adalah sebagaimana prasangkanya, maka tentu aku akan langsung bertobat. Akan tetapi, jika tidak, maka bagiku berkahmu senantiasa untukku dan aku masuk ke dalam golongan hamba yang mengikuti sunahmu.” Sontak saja setelah mendengar perkataan Imam Ghazali itu, Rasulullah langsung mengambil kitab Ihya Ulumuddin dan membuka halaman demi halaman sembari berkata, "Demi Allah yang mengutusmu dan membimbingmu ke arah kebenaran, ini benar-benar sesuatu yang baik.” Setelah itu, turunlah perintah kepada Nabi saw untuk mencambuk Abul Hasan Ali bin Harzahim karena fitnah yang dituduhkan terhadap Imam Al-Ghazali. Hukuman cambuk dalam mimpi itu pun dilakukan Rasulullah saw kepada Abul Hasan sebelum Abu Bakar As-Shiddiq memberhentikannya. "Demi Allah wahai Rasulullah, Abul Hasan ini adalah orang yang telah menjaga hadis dan sunahmu. Ia berprasangka ada penyelewengan yang menimpa hadismu. Sayangnya prasangkanya salah. Ia adalah hamba yang mulia,” kata Abu Bakar As-Shiddiq. Cambukan itu pun lantas dihentikan dan membuat Abul Hasan terbangun. Tetapi anehnya, rasa sakit karena cambuk dalam mimpi itu tetap terasa di bagian dada sebelah kiri meski tidak ada luka sama sekali. Atas dasar itu, Abul Hasan Ali bin Harzahim mengurungkan niatnya untuk membakar kitab Ihya Ulumuddin. Wallahu a'lam.[] Adapunmengenai adab lahir dalam membaca Alqur’an, selain didapati dalam kitab “ihya’ Ulumuddin” , juga banyak terdapat didalam kitab kitab lainnya, KISAH NABI DAUD AS. Kembali Nabi Daud a.s merupakan seorang nabi dan rasul dalam agama Islam. Baginda juga dikenali sebagai David dalam agama Yahudi dan Kris Ihya Ulumuddin atau Al-Ihya merupakan kitab yang membahas tentang kaidah dan prinsip dalam menyucikan jiwa Tazkiyatun Nafs yang membahas perihal penyakit hati, pengobatannya, dan mendidik hati. Kitab ini merupakan karya yang paling terkenal dari Imam Al-Ghazali. Hanya saja kitab ini memiliki kritikan, yaitu meskipun Imam Ghazali merupakan seorang ulama namun dia bukanlah seorang yang pakar dalam bidang hadits, sehingga ikut tercantumlah hadits-hadits tidak ditemukan sanadnya, berderajat lemah maupun maudhu. Hal ini menyebabkan banyak ulama dan para ahli hadits yang kemudian berupaya meneliti, memilah dan menyusun ulang terhadap takhrij hadits yang termuat di dalam Ihya Ulumuddin. Di antaraulama ahli hadits yang menyusun ulang kitab hadits berdasarkan Ihya Ulumuddin ini adalah Imam Ibnul Jauzi dan Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi yang menulis kitab Minhajul Qashidin dan ikhtisarnya Mukhtasar.[1] Ihya Ulumuddin Mukhtasar Minhajul Qashidin ringkasan Minhajul Qashidin revisi dari Ihya UlumuddinPengarangImam Al-GhazaliBahasaBahasa Arab dengan beragam terjemahanGenreTazkiyatun NafsPenerbitBeragamTanggal terbitcirca 500-an H 1100-an MDiikuti olehMinhajul Qashidin, dll KITABIHYA ULUMUDDIN Imam al Ghazali. Friday, November 5, 2010. Jilid 01. Malah oleh Al-Ghazali sendiri menerangkan dalam kitab yang kedua itu, bahwa maksudnya menulis kitab yang pertama tadi ialah mengumpulkan lebih dahulu bahan-bahan untuk para pembaca, yang nantinya akan dikritiknya satu persatu dalam kitab yang kedua. Kitab Ihya Ulumuddin adalah sebuah buku abad ke-11 yang ditulis oleh Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghazali, atau yang dikenal dengan sebutan Imam Ghazali. Buku ini disusun dalam bahasa Arab, didasarkan pada pengalaman religius pribadi, serta dianggap sebagai salah satu karya utama untuk mengantarkan muslim ke jalan menuju Tuhannya. Struktur Kitab Kitab ini dibagi menjadi empat bagian. Menjelaskan doktrin-doktrin dan praktik-praktik Islam yang menunjukkan ke tahap-tahap yang lebih tinggi dalam Sufisme. Bagian pertama membahas pengetahuan hukum dan esensi iman. Bagian dua membahas orang dan kebiasaan sosial. Bagian tiga didedikasikan untuk jiwa batin. Menjelaskan sifat-sifat buruk yang harus diatasi. Dan bagian empat membahas sifat-sifat terpuji yang harus dikuasai. Secara garis besar, isi kitab Ihya Ulumuddin dibagi menjadi empat bagian. Yaitu Rub’ul Ibadat, Rub’ul Adat, Rub’ul Muhlikat dan Rub’ul Munjiyat. Rub’ul Ibadat Berisi tentang kajian fiqih. Kitabul ilmi Kitabu Qowa’idul Aqaid Kitab Asraru al-Thaharah Kitab Asrar al-Shalat Kitab Asrar al-Zakat Kitab Asrar al-Shiyat Kitab Asrar al-Haj Kitab Adabu Tilawatil Qur’an Kitab al-Adzkar Kitab al-Da’awat Kitab Tartib al-Auwrad fil Auqat. Rub’ul Adat Berisi tentang adab / etika kepada Allah dan kepada makhluk. Kitab al-Akl Kitab Adab al-Nikah Kitab Ahkam al-Kasb Kitab al-Halal wal Haram Kitab Adab al-Suhbah wa al-Mu’asyarah ma’a Ashnaf al-Khalq, Kitab al-Uzlah Kitab Adab al-Safar Kitab al-Sama’ Kitab al-Amru bil Ma’ruf wa Nahy anil Munkar Kitab Adab al-Ma’isyah wa Akhlak al-Nubuwah. Rub’ul Muhlikat Berisi tentang penyakit hati. Ajaib al-Qalb Kitab Riadh al-Nafs Kitab Afat Syahwatain Kitab Afatul Lisan Kitab Afatul Ghadab wal Hiqd wal Hasad, Kitab Damm al-Dunya Kitab Dzamm al-Mal wal Bukhl Kitab Dammu al-Jah wa al-Riya’ Kitab Dzamm al-Kibr wal Ujub Kitab Dzamm al-Ghurur Rub’ul Munjiyat Berisi tentang budi pekerti mulia yang menyelamatkan seorang muslim. Kitab Taubah Kitab al-Shabr wa al-Syukr Kitab al-Khouf wa al-Raja’ Kitab al-Faqr wa al-Zuhd Kitab Tauhid wa Tawakkal Kitab al-Mahabbah wa al-Syauq wal Uns wa al-Ridha Kitab al-Niyyah wa al-Shidq wa al-Ikhlas Kitab al-Muraqabah wa al-Muhasabah Kitab al-Tafakkur Kitab Dzikri al-Maut _______ Sumber Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Darul Fikr, Bairut, tt. Minggu 10 April 2022. 0. KLIK4.NEWS – Tingkatan Puasa, Allah berfirman dalam QS al-Baqarah, 183: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa seperti juga yang telah diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa”. (QS al-Baqarah, 183). Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT berfirman: Menimbun barang dagangan khususnya bahan kebutuhan pokok keseharian dengan maksud agar mendapat laba besar, sementara komoditas tersebut sangat dibutuhkan masyarakat hingga mengakibatkan kelangkaan barang dan harganya meroket tinggi, termasuk tindakan buruk dan tercela zalim. Dalam istilah muamalah perbuatan begitu disebut "ihtikaar". Sudah menjadi hukum ekonomi bahwa tingginya permintaan suatu barang tertentu di pasar akan membuat harganya menjadi kian mahal dari harga semestinya. Ketika harga sebuah komoditas, terutama kebutuhan pokok, melambung dari normalnya sudah pasti hal itu akan memberatkan masyarakat konsumen. Atas dasar memberatkan masyarakat secara umum ini, maka banyak hadits Nabi maupun pernyataan ulama yang mengecam perbuatan menimbun barang dalam kondisi demikian. Oleh karena itu tak heran bagi para pedagang yang komitmen keagamaannya kuat akan berusaha menghindari perilaku ini, di antaranya seperti kisah pedagang yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin jilid II di bawah ini. Bersumber dari beberapa orang dahulu salaf diceritakan, di sebuah daerah bernama "Washith" ada seorang saudagar yang dalam menjalankan bisnisnya senantiasa berpedoman pada ketentuan agama. Waktu itu saudagar ini tengah menyiapkan barang dagangannya berupa gandum dalam sebuah kapal. Gandum satu kapal itu akan dikirimkan ke Kota Bashrah. Ia lalu mengirim surat kepada wakilnya yang diserahi tugas pengiriman ini. "Juallah bahan makanan ini pada hari di mana barang tersebut sampai di tujuan. Dan jangan ditunda hingga hari besok-besoknya,” demikian isi surat itu. Tapi bersamaan waktu tibanya kapal pengangkut gandum tersebut, kebetulan harga gandum di Bashrah sedang turun. Beberapa pedagang lalu menyarankan pada si wakil dari saudagar ini supaya barang dagangan ditahan dahulu sampai beberapa hari ke depan supaya mendapat untung besar. "Apabila anda menahan sampai Jumat, maka akan mendapat keuntungan dari penjualan makanan ini beberapa kali lipat,” begitu bujuk para pedagang lain. Si wakil itu pun akhirnya menerima saran itu dan menunda penjualan bahan makananya yang sebenarnya telah tiba. Dan ternyata memang benar, dari hasil penjualannya ia meraup laba lebih besar. Peristiwa keuntungan yang berlipat ganda tersebut oleh si wakil ini lalu diberitahukan kepada saudagar pemilik gandum yang diwakilinya. Tapi rupanya si saudagar tidak bergembira dengan berita itu. Kemudian mengirim surat balasan kepada si wakilnya itu. "Sesungguhnya saya sudah merasa cukup dengan laba yang sedikit tapi agamaku terpelihara. Kamu telah berbuat menyimpang dengan menunda penjualan. Saya tidak senang dengan untung berlipat namun menanggalkan pranata agama. Oleh karena itu, begitu surat ini sampai padamu maka ambillah semua harta keuntungan itu dan sedekahkan harta itu kepada orang-orang fakir di Kota Bashrah. Mudah-mudahan hal demikian dapat menyelamatkan saya dari dosa menimbun barang kebutuhan pokok,” tulis si saudagar pemilik dagangan. M. Haromain Disarikan dari kitab "Ihya Ulumuddin" Jilid II karya Imam Al-Ghazali. 8 Kitab mendengar dan merasa. 9. Kitab amar ma'ruf dan nahi mungkar. 10. Kitab adab kehidupan dan budi-pekerti (akhlaq) kenabian. Kitab Ihya Ulumuddin Juz III, terdiri dari 10 Kitab yaitu : 1. Kitab menguraikan keajaiban hati. tYRyC06.